Learning 2 Live

dream BIG, START small, PAY IT FORWARD

Friday, November 25, 2005

Mendaki Mimpi

"Manusia yang nggak percaya sama Tuhan sama saja dengan manusia yang nggak punya mimpi. Cuma seonggok daging yang punya nama." Kesimpulan ini adalah hasil diskusi lima anak muda yang telah bersahabat sejak SMA. Riani, Genta, Arial, Ian, dan Zafran. Kelimanya sampai pada kesimpulan itu setelah obrolan mereka akhirnya membawa-bawa Teori Relativitasnya Albert Einstein. Koq bisa?

Jangan membayangkan buku ini jadi sarat kiasan atau metafora yang belibet. Apalagi penuh dengan filsafat yang mumet. 5 cm adalah sebuah novel ringan yang enak dibaca. Dengan gaya bahasa anak muda umumnya, dialog-dialog yang ada jadi lebih cair. Tanpa terkesan maksa atau sok gaul. Cerita yang bersetting seputar kehidupan anak muda Jakarta usia 20-an dengan segala romantika dan kegilaannya pun terasa sangat dekat dengan realitas yang ada.

Semuanya berawal ketika mereka sedang ngobrol sambil diselingi saling ledek satu sama lain. Obrolan yang awalnya biasa saja mendadak berubah saat salah seorang dari mereka mengusulkan sesuatu yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Perpisahan. Meski dirasakan berat, mereka akhirnya sepakat. Dengan harapan pada saat bertemu kembali mereka benar-benar menjadi manusia-manusia baru.

Pada tanggal yang telah ditentukan mereka kembali berkumpul. Pertemuan kali ini menjadi sangat istimewa karena Genta telah merencanakan sebuah perjalanan tak terlupakan seumur hidup mereka. Perjalanan yang menyadarkan mereka kembali akan arti sebuah mimpi, sekaligus menjadikan mereka kembali merasa menjadi manusia (rehumanize). Perjalanan menuju sebuah puncak tertinggi di tanah Jawa. Mahameru.

Alam selalu punya caranya sendiri untuk mengajari manusia tentang kehidupan. Agaknya ini diyakini benar oleh sang penulis. Maka ia menjadikan perjalanan dengan kereta ekonomi Matarmaja dari Stasiun Senen dan obrolan dengan seorang supir angkot yang dicarter dari Stasiun Malang (Rehumanize), sampai susah payah pendakian menuju Mahameru (You Are The Universe, A Letter, A Heart... to Remember, dan 5 cm) sebagai sebuah wahana pembelajaran yang menarik. Lewat dialog kelima tokoh tadi ditambah Arinda (adik kembar Arial) yang ikut serta, penulis menuangkan pemikirannya dalam bentuk diskusi ringan tapi serius ala anak muda.

Diskusi filsafatnya Zafran bersama Genta tentang Socrates dan Gua Plato tersaji dengan ringan. Begitu juga dengan "penemuan" spiritual mereka berenam akan sesuatu yang pasti... yang bahkan Einstein sendiri tidak bisa menjelaskan. Padahal semuanya hanya berawal dari obrolan dan tebak-tebakan lagu. Bahkan, penulis sempat berbagi pemahamannya tentang Emotional Intelligence dan Teori Motivasi dalam beberapa segmen. Perjuangan Ian ketika menyelesaikan skripsi, kerja keras Genta mewujudkan sebuah ide gila dalam event yang digelar EO-nya, usaha Riani dalam mengejar targetnya memegang liputan dalam waktu sebulan saat magang di sebuah stasiun televisi swasta, dan puncaknya ketika mereka saling mendukung selama pendakian menuju Mahameru.

Ada rasa nasionalisme yang cukup kental di sana. Ini dilambangkan dengan pemilihan latar waktu pendakian bulan Agustus. Tentu sebagian pembaca - terutama yang hobi hiking - mafhum kalau setiap tanggal 17 Agustus, terutama di puncak-pucak gunung terkenal di Indonesia, diadakan upacara pengibaran bendera.

Selain itu, kisah cinta yang unik juga jadi bumbu yang menarik. Ternyata setelah saling mengenal selama bertahun-tahun ada benih cinta tumbuh diantara mereka. Dan masing-masing tidak menyangka orang yang mereka cintai ternyata mencintai orang lain yang juga dekat dengan mereka.

Ganjalan dalam buku ini terasa ketika pembaca menemukan sosok Riani yang tidak sesuai dengan karakter yang ada dalam intro. Di situ digambarkan Riani sebagai "sosok berkacamata, cantik, cerdas, dan seorang N-ACH sejati. Siapa saja dan apa saja bisa didebatnya, soalnya dia banyak baca dan belajar". Sementara dalam cerita selanjutnya Riani sepertinya kurang wawasan. Dalam beberapa obrolan dan diskusi ia terkesan sebagai pelengkap saja. Bahkan ia tidak tahu kalau Mahameru adalah puncak tertinggi di Jawa. Atau mungkin sengaja dibuat demikian karena sebagian besar anak muda Jakarta nggak tau?

Satu lagi yang saya sayangkan adalah antiklimaks dan ending yang terlalu cepat. Kalau digambarkan dengan kurva, dari titik tertinggi langsung menukik curam. Lalu kembali mendatar ketika semuanya pada suatu masa di depan berjalan seperti sedia kala saat mereka selalu nongkrong bersama. Padahal alur yang dibangun dari awal sudah bagus. Apalagi dengan beberapa flash back yang membuat cerita jadi tidak membosankan.

Terlepas dari itu, 5 cm menarik untuk dibaca. Terutama bagi eksponen 97 dan 98 yang ikut mengalami masa Reformasi dan para petualang yang selalu rindu pada pelajaran yang diberikan alam. Beberapa kutipan terkenal dapat menguatkan motivasi. Sementara lirik lagu yang familiar juga cukup berhasil menjadi pembawa suasana hati pembacanya.

Memorable qoutes:

"Manusia yang nggak percaya sama Tuhan sama saja dengan manusia yang nggak punya mimpi. Cuma seonggok daging yang punya nama." (hal. 278)
"...sebenarnya mudah untuk menjadi seorang insinyur yang baik, sarjana yang baik, arsitek yang baik, dan menteri yang baik, tapi susah sekali menjadi orang yang baik..." (hal. 320)
"Ada yang pernah bilang kalau idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh generasi muda..."
"Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bisa bermanfaat bagi orang lain..." (dalam beberapa halaman. Sepertinya kalimat ini nggak asing ya?)

Catatan:Buku ini telah sukses mengompori saya untuk bermimpi menjejakkan kaki di Mahameru.Buat temen-temen yang masih berminat hiking; mari susun rencana 'tuk mencapai puncak Semeru tercinta. Iraha deui (dibaca: kapan lagi)?

Judul: 5 cm
Penulis: Donny Dhirgantoro
Penerbit: Grasindo (Gramedia Widiasarana Indonesia)
Cetakan: 1
Tahun: 2005
Dimensi: 21,1cm x 14cm x 1,5cm (panjang x lebar x tebal)
Harga: Rp 46.000

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home