Learning 2 Live

dream BIG, START small, PAY IT FORWARD

Friday, November 25, 2005

Mendengar Suara Kecil

Review film Chicken Little

Bayangkan apa jadinya jika suatu hari seorang (atau lebih cocok seekor ya?) anak usia SD bilang pada Anda, "sepotong langit jatuh!"? Siapa pun akan sulit percaya. Anda pun mungkin akan mengiyakan saja sembari menganggap itu sebagai guyon atau imajinasinya belaka, layaknya anak-anak. Atau malah menghardik dan mengusirnya karena telah membuang waktu berharga dan menjadikan Anda kehilangan wibawa di depan orang lain?

Setidaknya itulah reaksi yang ditunjukkan Buck Cluck, ayah satu (ekor) anak (ayam tentu saja) bernama Chicken Little. Apalagi Buck adalah legenda hidup. Pahlawan kota Oakey Oaks yang ketika mudanya pernah mengantarkan tim base ball sekolah kota tersebut menjadi juara. Alasan Buck pun semakin lengkap karena Chicken Little telah sukses membuat penduduk Oakey Oaks gempar dengan membunyikan lonceng tanda bahaya. Maka demi menjaga wibawanya, Buck pun meminta maaf pada penduduk kota dan menjelaskan bahwa kepala anaknya hanya tertimpa buah ek.

Kejadian tersebut ternyata sangat membekas dalam diri Chicken Little. Apalagi kota Oakey Oaks kemudian mengabadikan peristiwa "langit jatuh" itu dalam berbagai bentuk dokumentasi, salah satunya film. Ia yang merasa tidak istimewa apalagi jika dibandingkan dengan ayahnya jadi semakin sering membuat kesalahan. Dari hal-hal kecil sampai hal besar. Mulai dari terlambat ke sekolah hingga membuat gempar seluruh kota.

Dan ketika untuk kedua kalinya Little kejatuhan langit, ia pun panik. Karena langit itu tidak hanya serupa bentuknya dengan yang menimpanya beberapa waktu lalu. Tapi benda itu juga punya keistimewaan lain seperti dapat menyerupai dirinya dengan lingkungan sekitar. Sementara untuk menceritakan kejadian ini kepada ayahnya Little tidak berani. Sebab baru saja ia kembali membuat kekacauan di sekolahnya yang sebenarnya tidak disengaja sama sekali.

Akhirnya ia memutuskan untuk membagi penemuannya dengan teman-teman "tidak populer"nya Fish, Runt, dan Abby. Kejadian selanjutnya semakin membuat mereka berempat terkejut dan akhirnya terlibat dalam sebuah aksi penyelamatan kota Oakey Oaks.
***
Seorang pengamat perfilman yang juga kru sebuah majalah film berpendapat Chicken Little adalah salah satu film "berat" Disney. Meski isu sentralnya tetap keluarga namun Chicken Little menjadi tidak biasa. Karena menurutnya, film ini bercerita tentang komunikasi antara ayah dan anak yang hilang setelah kepergian ibu Little sementara Buck harus menjalankan peran ganda sebagai single parent.

Sementara yang terlintas di benak saya setelah menonton film ini adalah sebuah pelajaran untuk menghargai dan mempercayai anak kecil, dengan sepenuh hati. Betapa tidak? Saya sering melihat anak-anak yang setelah menceritakan sesuatu pada orang tuanya (terlepas itu hanya imajinasinya saja atau bukan) dihadiahi perlakuan yang tidak menyenangkan. Jangankan dukungan atau penghargaan. Yang ada justru omelan, bentakan yang terkadang dilengkapi keplakan (pernah dikeplak kan?) atau jeweran dan berakhir dengan usiran untuk menjauh. Kalau sudah begini sekeping kepercayaan bagi sang anak jadi terasa sangat mahal.

Little pun mengalami hal yang sama dari ayahnya. Tidak hanya itu saja ia bahkan mendapat petuah dari ayahnya untuk tidak usah melakukan yang bisa membuat dirinya terlihat konyol. Singkatnya Little harus bisa menjadi tidak terlihat. Jadi ordinary pe... eh chicken saja dengan segala rutinitasnya. Toh ia tidak dikaruniai bakat apa pun yang bisa dibanggakan.

Sikap ini tentu saja tidak baik. Si anak akan mengalami perkembangan mental yang tidak sehat. Dengan stigma negatif yang diberikan orang tua sejak kecil menjadikan anak tumbuh sesuai dengan "harapan" orang tuanya. Contohnya jika seorang anak selalu dicap bandel dan nakal sejak kecil maka kemungkinan besar ia akan menjadi orang seperti itu ketika remaja hingga dewasa. Padahal kenakalan anak-anak seringkali merupakan sebuah ekspresi untuk menarik perhatian orang tuanya yang terlalu sibuk. Sehingga sang anak (mungkin) terkadang hanya dianggap sebagai boneka hidup tempat melepas penat setelah bekerja.

Chicken Little ingin menyadarkan kita akan hal ini. Ia yang dipandang sebagai pembuat onar setelah peristiwa langit jatuh pleus diberi stigma seekor pecundang oleh ayahnya pun tidak bisa berbuat banyak. Apalagi teman se-gengnya, Fish seekor ikan yang jarang bicara, Runt seekor babi gendut yang sering jadi bahan ejekan, dan Abby seekor bebek buruk rupa juga diberi label negatif oleh teman-teman lain dan gurunya. Maka mereka pun menjadi kelompok hewan tidak populer yang rendah diri. Sampai suatu saat Little mendapat kesempatan untuk membuktikan dirinya. Tentu saja dengan dukungan dan bantuan penuh dari Buck ayahnya.

Sebagai film keluarga Chicken Little cukup menghibur. Tawa penonton yang kebanyakan anak-anak usia SD yang memenuhi studio bersama saya menjadi buktinya. Selain tingkah para tokohnya yang memang lucu guyonan lewat kata juga dapat mengundang tawa penonton yang lebih senior (ABG, early-middle-late 20's, parents). Dan bagi penonton senior hiburan tambahan juga ada dalam beberapa adegan yang diadaptasi dari beberapa film terkenal. Mulai dari Independence Day, Princess' Diary, The Matrix, Signs sampai dengan The War of The Worlds.

Alur cerita film ini sempat membuat saya dengan sok taunya jumping into conclusion. Tentu saja setelah menonton hingga akhir terbukti kesimpulan itu ternyata benar-benar tidak benar. Satu nilai plus buat film ini karena seingat saya tidak banyak film animasi yang punya kejutan seperti ini.

Selain itu film ini juga menyuguhkan soundtrack berupa lagu-lagu yang sudah akrab di telinga penonton usia remaja ke atas seperti Wanna Be-nya Spice Girls dan I Will Survive-nya Gloria Gaynor. Satu lagu yang orisinal (bukan recycle) dalam film ini dibawakan Five for Fighting (klo gak salah) sebagai latar adegan ketika Little membuat kekacauan dalam perjalanannya menuju sekolah. Kalau Anda perhatikan lirik lagu yang satu ini sederhana tapi cukup mengena. Bahkan untuk penonton yang sudah bukan anak-anak lagi.

Pihak Disney kembali mempercayakan Mark Dindal (The Emperor's New Groove, 2000) sebagai sutradara. Namanya dikenal pertama kali ketika menggarap sebuah film independen (sori euy lupa judulnya) yang dibintangi Natalie Portman. Film itu disebut-sebut para kritikus sebagai salah satu film komedi-cerdas terbaik yang pernah ada. Lewat Chicken Little Dindal yang juga menjadi pengisi suara Morkubine Porcupine (meski cuma "Yo", "No" dan "Wo") kembali menunjukkan kepiawaiannya. Ia berhasil menyajikan sebuah cerita sederhana menjadi sarat makna. Atau sebaliknya, mengangkat cerita bertema berat dengan cara yang mudah dicerna. Sekaligus membuktikan bahwa Disney sanggup bersaing dengan studio lain bahkan setelah bercerai dengan Pixar.

2 Comments:

  • At 6:41 PM , Blogger hawe said...

    Waaaahhhhhhh... Review-nya mantap, pak! Komprehensip.. kompre.. kompre.. (pake echo)... Layak dikirim tuh. Hmmm... apa lagi yah? Iya, coba kirim aja, kenapa nggak? Diam-diam saudara ada kemampuan terpendam nih. Damn, jadi ada saingan deh! hehehe....

     
  • At 3:08 PM , Blogger Ny. Tamtomo said...

    wah..selamat datang euy! loe gue rujuk ke blog seseorang yang cukup kreatif memilah dan merangkai kata. www.jalankenangan.net

    mamakayla

     

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home